MENDIFINISIKAN ULANG KESUKSESAN

gantung diri
Photo: Dok.Detikcom
Eric Weiner, seorang jurnalis sekaligus pelancong filosofis. Ia berkeliling dunia melihat penduduk negara mana yang paling bahagia di dunia. Semakin jauh dia berkeliling dunia, semakin ia menemukan kebahagiaan sebagai paradoks.

Orang mengira semakin maju sebuah negara, semakin kaya penduduknya, semakin besar GDB suatu negara semakin besar tingkat kebahagian warganya. Ternyata tidak begitu faktanya.

Dalam bukunya The Geography of Bliss (2022), Weiner menunjukan hal-hal paradoks. Apakah orang Swiss lebih bahagia karena negaranya paling demokratis di dunia? Apakah pendudukan Qatar yang bergelimang dollar dan minyak itu menemukan kebahagiaan di tengah kekayaan itu?

Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena berinisiatif memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut sebagai Gross National Happiness sebagai perioritas nasional?

Mengapa penduduk Ashville, Carolina Utara, sangat bahagia? Mengapa penduduk di Islandia, yang suhunya sangat dingin dan jauh dari mana-mana, termasuk negara yang warganya paling bahagia di dunia? Mengapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan?

Mendifiniskan kebagaiaan adalah perkara yang tidak mudah. Apalagi melihat pencapaian kebahagiaan sebagai kesuksesan seseorang. Tambah rumit lagi.

Arti Kesuksesan

Mari lihat pengalaman ini:

Mungkin anda penrah mendengar cerita ini: artis populer, aktor hebat, peraih Oscar, Robin Williams mengakhiri hidupnya dengan GANTUNG DIRI. Kabarnya, dia artis kaya raya, ganteng, bahkan, ada berita, untuk kategori zaman sekarang, tak ada wanita yang sanggup menolak pria tampan itu.Tetapi, mengapa dia konyol sekali, mati dengan gantung diri.

Tragedi Williams adalah tragedi kemanusiaan. Ketika matrealisme menjadi panglima, ketika kekayaan, jabatan, dan ketenaran menjadi dewa yang diagung-agungkan. Bahkan, uang dan kekuasaan harus dikejar sampai ke ujung dunia secara membabi buta. Ironinya, pada saat nafsu menggapai itu memuncak, kita sering lupa pada dimensi kemanusiaan. Lupa diri, lupa asal. Mabuk duit, mabuk kekuasaan, raip dalam ketenaran.

Ciri-cirinya dimuali dari sering stress, depresi, ngamuk-ngamuk, suka menyalahkan orang lain, kurang sabar, dan ambisi yang berlebihan-kadang-kadang susah tidur.

Kata Yoswahady, perlu redifinisi tentang arti sebuah kesuksesan. Kesuksesan adalah penghormatan terhadap kemanusiaan kita secara utuh, tanpa disunat sana-sini. Dan, untuk mencapai itu, ukuran sukses yang lama: UANG+KEKUASAAN (money and power) sudah tidak memadai lagi. Harus ada ukuran ketiga (third metric) untuk mengukur kesuksesan. Katanya, itu adalah "Thrive".

Arianna Huffington, pendiri koran darling paling top di AS merumuskan Thrive itu ke dalam 4 elemen.

Pertama, kesehatan lahiriah-batiniah/well-being. Bersyukur bila saat ini anda masih sehat dan tidak tidur di rumah sakit. Kedua, ketakjuban/wonder. Anda perlu melihat hidup sebagai suatu yang luar biasa yang diberikan Tuhan.

Ketiga, kearifan/wisdom. Sehebat apapun bila jiwa anda kering, tidak memiliki kearifan, anda tidak akan menemukan kebahagiaan – kesuksesan. Anda akan terus merasa menderita dan kekurangan.

Keempat, sikap memberi/giving. Sikap memberi penting untuk menemukan kebahagiaan. Menhumpulkan harta dan menahan diri untuk berbagai membuat anda tersakiti dan sakit-sakitan.

Karane aitu, dalam kategori thrive, sukses haruslah berbading lurus dengan kebahagiaan, keceriaan, dan keselamatan. Arianna Huffington, mendefinisikan Thrive sebagai "Jiwa yang terus bertumbuh" how we measure success is changing.

Tentu saja, baik Eric Weiner, Arianna, Yoswohady, atau saya sekalipun, tidak sedang mengatakan anda tidak boleh kaya raya, tidak mencari uang yang melimaph, tidak gemar mengurai kekuasaan, atau anda tidak harus menjadi populer, tidak!

Tetapi, mestilah diingat, "Kita Bukanlah Robot Pengumpul Uang", apa yang dapat anda lakukan jika uang setumpuk, tetapi tidak pernah merasa cukup? Apa pula yang harus anda lakukan jika jabatan setinggi langit tidak membuat anda rendah hati?

Kesuksesan bukanlah to take you at the top of the world, melainkan to take you to change. Sukses haruslah penuh dengan kerendehan hati, kontribusi kepada umat manusia, kekayaan nurani, kearifan budi, dan hidup yang penuh makna.

Tentu saja, anda bisa membuat kategori atau ukuran sendiri-sendiri untuk kesuksesan masing-masing. Karena kita harus menentukan ukuran kita masing-masing. Tanpa itu, kita tidak lebih seperti boneka, yang tidak memiliki arah dan tujuan hidup.

Kesuksesan adalah kompas hidup yang kita susun untuk mencapai ultimate reality-nya kehidupan. bukan semata uang, dan kekuasaan. "How will you measure your life? itulah kesuksesan.

Post a Comment for "MENDIFINISIKAN ULANG KESUKSESAN"